Bab 509
Bab 509 Kotak Abu dan Peluru
Mereka meminta bayaran tinggi untuk kremasi mayat.
Mereka juga meminta bayaran tinggi untuk makam.
Selain itu, saking tingginya bayaran yang mereka minta, sampai–sampai penduduk Kota Banyuli tidak bisa berkata–kata lagi untuk mengungkapkan kesulitan yang mereka rasakan!
Dulu, ada sebuah kasus yang menggemparkan seluruh Kota Banyuli.
Ada keluarga yang setelah anggota keluarga mereka meninggal, mereka tidak sanggup membayar biaya
kremasi yang setinggi langit itu.
Namun, mereka juga tidak berani menolak secara terang–terangan di hadapan anak buah Simon.
Jadi, mereka menghubungi pihak yang menyediakan jasa mobil secara diam–diam dan bersiap untuk
mengantarkan mayat keluarga mereka ke luar kota untuk dikremasi di luar kota.
Namun, saat masih dalam setengah perjalanan, mobil itu dihentikan secara paksa oleh anak buah
Simon.
Anggota keluarga orang yang sudah meninggal itu mengalami pembalasan dendam yang brutal.
Kasus itu sempat sangat heboh. Namun, pada akhirnya, kasus itu berakhir begitu saja.
“Kak, dua tahun yang lalu, Simon memerintahkan kami untuk membuang abu Delvin dan hanya meninggalkan kotak kosong! Hal ini benar–benar nggak ada hubungannya dengan kami!” kata WilsonContent is © 2024 NôvelDrama.Org.
dengan nada memelas.
“Kamu merasa kamu nggak bersalah. Kalau begitu, aku tanyakan padamy, Simon memperoleh begitu banyak uang, apa dia membagikannya padamu?”
Begitu mendengar pertanyaan Ardika, Wilson langsung terdiam.
Sebagai pihak yang memperoleh keuntungan langsung atas tindakan monopoli Simon dalam bisnis
rumah duka, bagaimana mungkin dia tidak memperoleh keuntungan?”
“Karena kamu bersedia membantu orang jahat dan menerima keuntungan dari orang jahat, maka kamu
harus mempersiapkan mentalmu untuk mati!”
Selesai berbicara, Ardika langsung menendang Wilson sampai terpental keluar.
Sama seperti petugas yang memukuli Robin hingga patah tulang dengan menggunakan tongkat itu, tidak tahu berapa banyak tulangnya yang sudah patah.
Ke depannya, mungkin dia hanya bisa menjalani sisa hidupnya dengan tergeletak di ranjang.
Tigi.
…nguna… ngi… ngung….
Saat ini, ambulans dari rumah sakit sudah tiba.
Ardika, Arini dan yang lainnya membawa Robin dan Selvi masuk ke dalam ambulans, lalu pergi ke rumah
sakit untuk menjalani pengobatan.
Untung saja, Ardika memberi pertolongan darurat dengan tepat. Selvi baik–baik saja.
Sementara itu, Robin mengalami patah tulang dan harus menjalani operasi.
Selain itu, karena amarah yang menyelimuti hatinya, luka dalamnya juga cukup parah.
Saat sadar kembali, begitu mendengar abu putranya sudah dibuang dua tahun yang lalu, Selvi menangis
tanpa henti.
Ardika menghibur Selvi, “Ibu, jangan khawatir. Aku akan menuntut keadilan untuk Delvin. Aku nggak akan melepaskan seorang pun yang pernah mencelakai dan menyakitinya!”
Kenyataan bahwa mereka telah membuang abu Delvin benar–benar menyulut emosi orang sekaligus
dewa!
Kali ini, emosi Ardika benar–benar sudah tersulut!
“Jesika, cepat selidiki tentang Simon!”
Dia segera menghubungi Jesika, niat membunuh yang kuat terdengar jelas dalam ucapannya.
Namun, sebelum Ardika sempat pergi mencari Simon, anak buah pria itu sudah datang mencarinya!
“Ardika, tadi anak buah Simon datang dan meninggalkan sesuatu.”
Saat Ardika baru berjalan keluar dari bangsal Arini yang ikut sibuk membantu di rumah sakit
mengeluarkan sebuah kotak kertas dengan ekspresi serius.
Begitu kotak itu dibuka, terlihat sebuah kotak abu mirip peti mati di dalamnya!
Sangat jelas bahwa Simon sedang mengancamnya.
“Oh? Hanya ini saja?”
+15 WORKS
Ekspresi Ardika tetap tampak tenang..
“Dia juga menyampaikan pesan dari Simon.”
Arini berkata dengan hati–hati, “Simon memerintahkan Tuan untuk pergi ke tempat tinggalnya dalam kurun waktu satu jam dan berlutut di hadapannya.”
“Kalau nggak, sebelum tengah malam Ini, abu Tuan akan dimasukkan ke dalam kotak ini!”
Dia menyampaikan pesan anak buah Simon kepada Ardika.
Meminta Ardika untuk berlutut meminta maaf dan pengampunan? Hahl Sungguh konyol!
Ardika tertawa dan berkata, “Baiklah kalau begitu. Kebetulan aku juga ingin memberikan sesuatu
padanya.”
Selesai berbicara, dia menghubungi Draco.
“Draco, minta seseorang untuk mengantarkan peluru ke tempat tinggal Simon atas namaku.”
“Selain itu, beri tahu dia untuk datang ke rumah sakit dan berlutut di hadapanku dalam kurun waktu satu
jam!”
“Siap laksanakan!”
Di dalam Kediaman Komandan. Setelah sambungan telepon terputus, Draco langsung memanggil
Claudio Setiadi, ketua pengawalnya.
“Tuan Dewa Perang memerintahkan untuk mengantarkan sebuah peluru ke tempat tinggal orang
bernama Simon….”
“Baik!”
Setelah memberi hormat, Claudio pun berbalik dan pergi.