Bab 519
Bab 519 Apa Kakak Iparmu Bernama Ardika
“Ya, tentu saja aku bisa.”
Saat berbicara, indra penciuman Ardika juga bekerja. Saat itu juga, dia langsung mengerutkan keningnya.
Ruang pribadi ini dipenuhi oleh bau alkohol dan rokok.
Sekelompok pria dan wanita anggota klub penggemar Fiona ini masih muda, tetapi mereka semua
sudah terbiasa berbicara kata–kata kasar.
Biasanya, Futari diawasi dengan ketat oleh keluarganya. Gadis itu adalah seorang gadis baik dan
penurut.
Dia masih belum berpengalaman dalam berinteraksi dengan orang–orang seperti Frederick dan yang
lainnya.
Dia sama sekali tidak menyadari bahwa para pria itu sedang mengamati tubuhnya dengan tatapan
mesum dari waktu ke waktu.
“Futari, ayo kita pulang. Ibumu memintaku untuk menjemputmu pulang,” kata Ardika.
Futari sudah menenangkan dirinya dari keterkejutannya. Dia hanya beranggapan bahwa Ardika menanyakan keberadaannya dari pelayan ktv ini.
Dia menggelengkan kepalanya dan berkata, “Nanti aku masih ada urusan lain. Kak Ardika, kamu pulang saja sendiri. Aku bisa pulang sendiri. Aku juga akan menelepon dan memberi tahu ibuku bahwa
aku
sedang bermain bersama teman–temanku.”
Melihat wajah merah Futari, Ardika sudah bisa memastikan bahwa sebelumnya gadis polos itu sudah
diberi minum alkohol.
Kalau dia pergi begitu saja, mungkin malam ini akan terjadi sesuatu pada Futari.
“Nggak bisa, kamu harus ikut pulang denganku sekarang juga.”
Ardika langsung berjalan menghampiri Futari dan menarik gadis itu berdiri.
“Plak!*
Tepat pada saat ini, seseorang mengulurkan tangannya dan memukul punggung tangan Ardika dengan
kuat.
Ardika menatap pemuda yang duduk di samping Futari dengan tatapan dingin dan berkata, “Apa yang
kamu lakukan?”
Pemuda itu tidak lain adalah Frederick. Dia berdiri, lalu menatap Ardika dengan tatapan provokatif dan berkata, “Kamu menanyakanku sedang apa? Tentu saja aku sedang memperingatkanmu untuk nggak
ikut campur dalam urusan Futari!”
“Aku adalah kakak iparnya, kenapa aku nggak bisa ikut campur dalam urusannya?”
Nada bicara Ardika sudah terdengar agak dingin.
Tadi, sorot pada bocah ini pada Futari yang paling aneh.
Mungkin rencananya bisa gagal kalau Ardika membawa Futari pergi.
Frederick mendengus dingin dan berkata dengan acuh tak acuh, “Jangan hanya suami dari kakak sepupunya, biarpun kamu adalah suami dari kakak kandung Futari pun, kamu nggak berhak ikut campur
dalam urusan Futari!”
Mengetahui Futari tidak menyukai Ardika, Frederick yang memang berniat untuk menjerat hati gadis
polos itu makin lancang kepada Ardika.
“Eh? Kenapa makin lama, aku merasa makin familier dengan wajah kakak ipar Futari ini? Apa aku pernah
bertemu dengannya?“.
Tepat pada saat ini, seorang wanita dengan riasan tebal dan sedang merokok menyeletuk.
“Oh? Christine, kamu mengenalnya?”
Semua orang mengalihkan pandangan mereka ke arah wanita bernama lengkap Christine Buana itu.
Christine manatap Ardika sejenak, seolah–olah sedang mencoba mengingat–ingat sesuatu. Tiba–tiba, dia menepuk tangannya dan berkata, “Oh! Aku ingat!”
“Beberapa hari yang lalu, aku melihat sebuah video di tiktok. Aku nggak tahu kalian melihatnya atau nggak. Video itu memperlihatkan seorang menantu benalu yang dilempari kue oleh orang lain. Wajah
kakak ipar Futari ini benar–benar mirip dengan wajah menantu benalu itu!”
“Ah, aku juga ingat! Aku juga sudah melihat video itu!”
“Ibuku juga memperlihatkan video itu padaku. Kalian tahu nggak? Ibu bahkan memperlihatkan video itu kepadaku sambil menasihatiku. Terlepas dari bagaimana situasiku kelak, aku juga nggak boleh menjadi seorang menantu benalu yang hanya akan dikatai pecundang dan hanya bisa diam saja ditindas oleh
213
orang lain.”
“Menantu benalu itu adalah orang yang sangat terkenal di Kota Banyuli, yang nggak lain adalah menantu
idiot Keluarga Basagita.”
“Futari, apa kakak iparmu bernama Ardika?”
Di bawah tatapan semua orang, Futari merasa malu setengah mati.
“Ya, kakak iparku bernama Ardika. Dia adalah menantu benalu yang kalian bicarakan itu.”
Karena teman–temannya sudah mengenali Ardika, Futari hanya bisa menundukkan kepalanya dan
mengakui hal itu.
“Wah, ternyata benar dia orangnya!”Contentt bel0ngs to N0ve/lDrâ/ma.O(r)g!
“Akhirnya aku bisa melihat orangnya secara langsung!”
Orang–orang yang berada di dalam ruang pribadi itu bersorak dengan heboh.
Para pria dan wanita muda itu melemparkan sorot mata merendahkan ke arah Ardika.
Setelah mengetahui identitas Ardika, mereka menjadi makin malas memedulikan Ardika dan lanjut
bersenang–senang saja.
“Minggir sana!”
Saat Christine hendak keluar untuk pergi ke kamar kecil, dia bahkan mendorong Ardika.
*
Tindakannya itu jelas–jelas menunjukkan bahwa Ardika sama sekali bukan apa–apa di matanya