Bab 2333
Bab 2333
Bab 2333 Babak Akhir Part 2
Sekarang adalah satu minggu sebelum pernikahan Daniel dan Tracy
Demi memaksa Dewi agar menunjukkan dirinya, semua harta dan perhiasannya dikunci oleh Lorenzo di dalam brankasnya, ia menunggunya jatuh ke dalam perangkapnya.
Sambil membawa beberapa burung elang, Dewi menyerbu masuk ke dalam kantor Presdir dengan gagah.
Lorenzo duduk di atas kursi kulit berwarna hitam dengan sikap angkuh, ia memutar pena di tangannya, sambil menyipitkan mata, serta menatapnya dengan dingin….
“Bajingan….
Dewi baru saja ingin berbicara, tiba–tiba muncul suara familier dari dalam pengeras suara.
“Aku Dewi, bersumpah demi Tuhan, suatu saat akan membalas kebaikan bajingan yang telah menyelamatkan hidupku, kalau tidak dapat membalasnya, aku akan menyerahkan tubuhku, kalau aku tidak menepati janji, aku akan di sambar petir, mati dengan mengenaskan!!!!”
Baru saja perkataan itu selesai diucapkan, tiba–tiba muncul suara petir dari luar, mengagetkan Dewi hingga gemetar, ia langsung panik.
“Wanita sialan, masih ingat tidak? Ini adalah sumpahmu sendiri!!!” Lorenzo bangun, menghampirinya perlahan–lahan, “Kalau tidak ingat, biar aku yang mengingatkanmu ….”
Dewi teringat saat pertama kali dia dipaksa Lorenzo untuk bersumpah di atas bukit, dia juga teringat setengah tahun yang lalu, dia mengirim anaknya ke kantornya, kemudian melarikan diri ….
Tapi itu semua tidak penting, yang penting adalah, sekarang dia harus mengambil kembali uangnya!!!!
“Lorenzo, jangan bicara omong kosong, kembalikan uangku.”
Dewi melirik ruang kerja, dengan cepat pandangannya jatuh pada brankas yang ada di kejauhan, di atas brankas tertempel selembar foto ….
Di dalam foto, Lorenzo sedang memiringkan kepalanya, wajahnya dingin, sedangkan Dewi memakai rambut palsu berwarna merah, bersandar di depannya. Content is property © NôvelDrama.Org.
Bibir keduanya saling bersentuhan, tapi tidak seperti sedang berciuman ….
Keduanya secara tidak sengaja bertemu, dan dipotret tanpa sadar, ekspresi mereka sedikit tercengang, tapi ini adalah foto intim mereka satu–satunya.
Dewi tidak ingat kapan foto ini dipotret diam–diam, tapi melihat keduanya yang begitu intim tanpa jarak, dia teringat lagi masa lalunya yang indah….
Ada keraguan sesaat di hatinya, dia ragu ingin tinggal atau tidak.
Tapi dengan cepat, dia bertekad lagi, dia tidak bisa melupakan cobaan yang dia alami saat itu. tidak bisa melupakan kematian Bibi Lauren dan Paman Joshua
Tempat ini, kehidupan ini, telah meninggalkan bayangan di hatinya.
Dia tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama
“Baiklah, kalau punya kemampuan, ambil saja sendiri.”
Lorenzo duduk di atas sofa, sambil menyesap teh dengan elegan, tampak tidak bergerak.
Sebaliknya dia ingin melihat, bagaimana Dewi membuka brankasnya dan mengambil uangnya, dan juga bagaimana dia membawa barangnya pergi dari sini….
Dewi menatapnya, berjalan menghampiri dengan langkah besar, lalu mengutak–atik brankasnya. dengan sekuat tenaga, namun bagaimanapun dia membongkarnya, dia tetap tidak bisa membukanya, karena cemas, dia mengambil pistol dan menembak kunci brankas beberapa kali. sayangnya masih tetap tidak terbuka….
Dengan penuh emosi, dia berbalik dan menerjang Lorenzo sambil berteriak geram, “Bajingan, buka!”
Lorenzo tidak memedulikannya, ia lanjut menyesap teh, seperti tidak mendengar suaranya sama sekali.
“Lorenzo….” Dewi langsung menodong pistol ke arahnya, “Aku bilang buka, dengar tidak?”
Pengalaman selama dua tahun ini, membuatnya semakin kasar dan pemarah, temperamennya semakin parah dibanding sebelumnya, tentu saja, kemampuannya juga semakin kuat dibanding sebelumnya.
“Tembak saja kalau berani.” Lorenzo tidak takut sama sekali, bahkan tidak menatap matanya sama sekali.
“Kamu ….” Dewi berteriak marah sambil menggertakkan giginya, “Kamu kira aku tidak berani membunuhmu? Akulah yang menyelamatkan nyawamu, aku bisa menyelamatkanmu, juga bisa membunuhmu!!!”
“Tembak!” Lorenzo mehatapnya dengan alis terangkat, “Biar aku lihat, bagaimana kamu akan menjelaskannya pada anak–anak.”
“Kamu….
Dewi kehilangan kata–kata, benar, bajingan ini telah menjalin hubungan selama setengah tahun dengan anak–anaknya, perlahan–lahan dia sudah mendapatkan kepercayaan dari anak–anak, walaupun dia tidak schangat Daniel, tapi anak–anak setiap hari memanggilnya “Papi, Papi” tanpa
henti.
Dia tidak bisa membunuhnya, kalau tidak, anak–anaknya akan membencinya….